Beratnya Berbuat Adil untuk Diri Sendiri by: K.H Abdullah Muadz

Sering ada ungkapan atau komenter berulang-ulang terhadap segala kesalahan dan kemungkaran yang ada dihadapan kita. Apalagi kemunggkaran itu sudah membudaya ditengah-tengah masyarakat. Maka semakin vocal dan pedas berbagai komentar dan kalimat-kalimat kutukan yang keluar dari mulut kita.
Seandainya kita berfikir dan bercermin pada diri kita sendiri sebelum melontarkan komentar, maka kita pasti akan tidak mudah mengeluarkannya, karena ternyata cukup banyak fenomena dimasyarakat yang disebut OMDO (omong doang), apalagi perofesi yang menuntut pandai berbicara seperti Politikus, Artis, Publik Relation, Sales dan sebagainya. Sering kali mereka terjebak dengan omongannya sendiri.
Allah SWT Berfirman :
Wahai Orang-orang beriman mengapa kamu katakan apa yang tidak kamu perbuat..’ sangat besar marah nya Allah SWT jika kamu mengatakan apa apa yang tidak kamu perbuat.. ( Q.S As-Shaaf (61) ayat 2-3 )
Untuk itu marilah kita melihat beberapa fenomena yang sangat mudah dilihat, betapa sulitnya kita berbuat adil terhadap diri sendiri.
1. Ketika Berhadapan dengan Fasilitas Umum
Fenomena pembuatan SIM, STNK, Passport, IMB, atau mendaftar anak ke Sekolah paforit yang banyak saingan, melamar kerja, atau ketika kena Razia, atau didatangi petugas pajak dan lain-lain, sering kali orang lupa terhadap teriakannya sendiri, Anti KKN, Berantas KKN dan sebagainya.
Tidak sedikit akhirnya dipesantren paforit juga bisa terjadi ujian yang satu ini, yaitu ketika yang mendaftar membludak sementara daya tampung terbatas, maka bisa menimbulkan peluang-peluang KKN di dalamnya. Para calon orang tua yang sering berteriak sangat vocal dan idealis, tetapi ketika melihat fakta untuk anaknya sendiri juga bisa lupa…
2. Soal Harta, Tahta dan Wanita..
Walaupun sering kali uangkapan Allah SWT sebagai pemilik, Kita ini milik Allah, begitu pula dengan jabatan, kita sering mendengar uangkapan-ungkapan sebagai berikut :
1. Jabatan itu amanah dan beban bukan kehormatan dan kemulyaan.
2. Kita tidak boleh menunjuk diri atau minta jabatan dan kita tidak boleh memberi orang jabatan yang memintanya
3. Saya maju bukan keinginan pribadi, tapi keinginan masyarakat.
4. Kita sebagai prajurit harus siap ditempatkan dimana saja dan kapan saja.
5. Diamond will always be diamond, where ever it is placed
6. Air yang tidak mengalir dan terus tergenang akan menimbulkan bau busuk dan jadi sarang nyamuk.
7. Seandainya saya disuruh memilih maka saya lebih baik menolak diberi jabatan ini dan itu, tapi karena…bla bla bla dan seterusnya….
Pada faktanya berbagai konflik terjadi karena soal kepemilikan. Konfilk juga terjadi dalam berbagai pemilihan kepala daerah atau pemilihan aggota legislatif. Bahkan saudara sekandung pun bisa terjadi konflik rebutan waris, itu karena paradigma yang salah terhadap kepemilikan.
Apakah kita masih bisa mengendalikan diri ketika peluang-peluang harta jabatan dan wanita tersebut ada dihadapan kita.? Kalau masih terkendali maka kita akan biasa-biasa saja mendapat dan melepas jabatan. Tidak akan ada taktik, intrik-intrik, kasak-kusuk, lobby-loby untuk mempertahankan jabatannya.
3. Memberi dan menerima atau mendengarkan tausiah.
Jika orang sudah pandai bicara maka biasanya sangat hobby memberikan masukannnya diberbagai forum, bahkan seperti kecanduan bicara. Kayanya kalau tidak ngomong bisa sakit. Tetapi tidak semua orang akan siap mendengarkan orang lain. Terutama bagi para profesi yang terbiasa berbicara dihadapan orang banyak.
Begitu juga orang yang sering memberi tausiah kepada orang lain, kadang punya penyakit susah diberikan tausiah, menjadi keras hati.
Karena pekerjaan hari-harinya memberi masukan kepada orang lain, maka kadang jadi sulit diberi masukan. Padahal sekelas fir’aun saja punya staf-staf nya yang diajak bermusyawarah, seperti para tukang sihirnya, tehnokratnya, ahli keuangannya dan sebagainya.
Allah SWT memberi kita telinga dua buah dan mulut satu buah saja, kita ambil hikmahnya bahwa memang kita harus lebih banyak mendengar dari pada berbicara.
Ternyata tidak sedikit orang yang marah ketika diberikan masukan, malah sebaliknya memberikan tuduhan yang sangat negatif. Sampai keluar kalimat-kalimat vonis dengan kata-kata “ Iri, ingin merebut jabatan, dendam, ada ambisi pribadi, tidak suka, dan sebagainya “ Padahal dalam menerima masukan yang penting kita fikirkan apakah masukannya benar atau tidak, fakta atau fitnah. Kalaupun ternyata tidak benar atau fitnah maka tugas kita hanya klarifikasi saja. Tidak perlu mempersoalkan motif orang yang ada dihati dan yang tahu hanya Allah SWT.
Kesimpulannya ternyata apa yang sering kita ucapkan bahkan dijadikan jargon, tidak mudah kita terapkan untuk diri sendiri. Karena itulah kita harus banyak berkaca diri sebelum kita mengeluarkan statement.
Perhatikan firman Allah dalam surat Al-Nisa’ (4): 135,
“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qisth (keadilan), menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri…”
Firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 8
“ Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Rasulullah Bersabda dalam Riwayat Imam Bukhari :
“Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkanya; tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”
Semoga kita menjadi orang-orang yang mampu menegakkan keadilan terutama untuk diri kita sendiri…..Amiin…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *